19 September, 2021

Geledah 2

cerita rakyat

Mufakat Kanjeng Sinuhun (8)


Kasus proyek pembebasan lahan 1.000 hektare pun semakin ramai diperbincangkan. Apalagi hasil audit Badan Auditor
Negeri Antahberantah menyebut ada indikasi kerugian 100
miliar. Dari anggaran 1,3 triliun. Balai Sinuhun Kota Ulin pun
menjadi sorotan. Pun begitu dengan Kanjeng Sinuhun yang

namanya turut disebut-sebut.

SETELAH sepekan sebelumnya melakukan penggeledahan di
Balai Sinuhun, Kepala Bagian Kriminal Khusus Kantor Punggawa
Militer Besar, Wandi Darma, bersama timnya melanjutkan
dengan menggeledah kantor Bidang Pertanian Kota Ulin. Bagi
Wandi, ini tantangan besar. Kasus besar. Juga melibatkan dana
yang besar.
Ia tampak bersemangat. Pagi itu, sekitar pukul 07.30 timnya
yang berjumlah 15 orang melakukan breafing. Setelah
sebelumnya mengikuti apel harian yang dipimpin Kepala
Punggawa Militer Besar. Yang membawahi beberapa daerah.
Termasuk Kota Ulin.
Kepala Punggawa Militer Besar, Waluyo, memang menarik
kasus tersebut dari sektor Kota Ulin. Waluyo menganggap kasus
ini terlalu besar jika hanya ditangani sektor. Kini, Wandi dan

timnya yang diminta untuk mengusut kasus tersebut. Itu pun
disampaikan Waluyo ketika apel pagi. Ia berharap besar Wandi
dan tim bisa melakukan pengusutan dengan sesegera mungkin.
Ini adalah tahun terakhir Waluyo menjabat sebagai Kepala
Punggawa Besar di Region 4. Membawahi 7 kadipaten dan
kota. Termasuk Kota Ulin. Ia ingin sekali di penghujung masa
jabatannya dikenal sukses membongkar kasus besar. Sehingga
ia bisa menikmati masa pensiun dengan penuh kebanggaan.


Semua tim sudah memasuki ruangan meeting. Berukuran 6 x 6
meter. Tak cukup luas jika diisi 15 orang. Sekeliling ruangan
tertutup rapat dan dilapisi pengedap suara. Ini memang ruang
pertemuan khusus untuk membahas kasus-kasus tertentu yang
rahasia.
Wandi masuk belakangan. Setelah berbincang sejenak dengan
Waluyo, sehabis apel itu. Didampingi Nanda, sang ajudan. Juga
merangkap sopir pribadi. “Asalamuaalaikum, bagaimana
siap…” sapa Wandi begitu memasuki ruang pertemuan
tersebut.
Semua anggota berdiri. “Waalaikumsalam, Siap Ndan..,”–
menjawab serentak. Kemudian duduk lagi setelah dipersilakan.
Wandi tetap berdiri di depan. Secara to the point menjelaskan
rencana penggeledahan itu.

“Ini sifatnya dadakan, ya. Tanpa ada pemberitahuan. Pukul
08.30 kita sudah harus sampai TKP. Semua berkas terkait dan
yang dicurigai langsung diangkut. Seperti yang kita bahas
sebelumnya. Jangan ada yang tertinggal !”.
“Siap, ndan..” serentak lagi.
“Mohon izin ndan, bagaimana dengan Kaum Hermes. Mereka
sepertinya sudah tahu agenda kita?,” tanya Sodik.
“Oh, terkait itu. Jangan ada yang memberikan keterangan
sedikit pun ya. Biar saja mereka mencari tahu sendiri. Jelas
ya?!”.
“Siap”.
“Ok, kalau begitu, kita berangkat. Semua berpakaian sipil ya,”
pinta Wandi.
Kemudian dengan sigap, seluruh anggota tim meninggalkan
ruangan menuju kendaraan yang sudah terparkir di depan
kantor Punggawa Militer Besar itu. Ada lima kendaraan jenis
Toyota Innova yang sudah standby. Tepat pukul 08.00 mereka
langsung meluncur ke lokasi kantor Bidang Pertanian Kota Ulin.
Selain tim Wandi yang mengenakan pakaian sipil, rombongan
juga dikawal tim pendukung yang mengenakan seragam
lengkap. Senjata lengkap. Jumlahnya juga sekitar 15 orang.
Mereka menaiki truk milik Punggawa Militer Besar.


Para pekerja di kantor Bidang Pertanian Pemangku Kota Ulin
kaget. Tiba-tiba saja truk berisi anggota Punggawa Militer
berpakaian lengkap memasuki halaman parkir kantor mereka.
Kemudian diikuti 5 mobil lainnya.
Yang berseragam militer berjaga di depan dan sekeliling kantor.
Hanya 3 orang yang masuk hingga lobi kantor. Sodik yang
masuk terlebih dahulu. Ia menunjukkan surat penggeledahan
resmi. Dan tanpa basa-basi langsung meminta timnya untuk
memasuki setiap ruangan yang ada.
“Mana Sesepuh Bidang Pertanian?,” tanya Wandi.
“Katanya, sedang tidak di tempat ndan,” jawab Sodik.
Kemudian Sodik memanggil satu staf Bidang Pertanian
tersebut. Yanti, yang dipanggil itupun terlihat pucat. Sembari
menunduk mendatangi Wandi.
“Ibu Mayang lagi ibadah haji, Pak. Sudah seminggu lalu
berangkat,” ujar Yanti.
“Oh begitu. Di mana ruangannya?”.
“Di sebelah sana pak, mari ikut saya,” jawab Yanti, kemudian
berjalan ke ruangan paling belakang. Diikuti Wandi dan Sodik.
Yanti pun meminta penjaga kantor membuka ruangan Mayang,
sesepuh Bidang Pertanian itu.

Mayang baru menjabat sebegai Sesepuh Bidang Pertanian.
Menggantikan Khairul yang kini menjadi staf khusus Sultan,
kepala Pemangku Kota Ulin. Proyek perluasan lahan itu
memang sudah direncanakan sejak periode Khairul. Tiga tahun
lalu. Tapi, ramai-ramainya baru belakangan ini. Setelah ada
laporan dari Badan Auditor Pemeriksa Keuangan.
Tak banyak bicara. Sodik dan tiga orang timnya masuk ke
ruangan itu. Ditemani Yanti dan penjaga kantor. Sodik meminta
semua lemari dan laci dibuka. Kemudian mereka mulai
membongkar berkas. Yang terlihat berkaitan dengan kasus
proyek perluasan lahan pertanian itu, langsung dimasukkan ke
dalam kardus. Kardus-kardus itu sudah disiapkan tim geledah
yang dipimpin Wandi.
Tidak hanya berkas dokumen, perlengkapan lainnya seperti
komputer dan laptop, juga diperiksa putugas ketika itu.
Sementara Wandi, mengawasi gerak-gerik anggotanya di ruang
tengah. Sambil berbincang dengan beberapa staf kantor. Wandi
pun menanyakan beberapa hal sepengetahuan staf Bidang
Pertanian itu, terkait kasus perluasan lahan pertanian 1.000
hektare di Desa Titik Jauh.
Sekretaris Bidang Pertanian Ir Marcel yang menemani Wandi.
Marcel pun menjawab sepengetahuannya terkait dokumen-
dokumen yang ditanyakan Wandi. Marcel tak mau berasumsi

atau menuduh. Ia hanya menjawab yang benar-benar ia
ketahui.
Penggeledahaan itu berlangsung sekitar dua jam. Kemudian tim
Punggawa Militer membawa berkas yang dianggap bisa
menjadi alat bukti penunjang.


GUNDAH
Khairul gundah. Sudah hampir sebulan namanya sering muncul
di berita. Dikaitkan dengan kasus Proyek Perluasan Lahan
Pertanian 1.000 hektare itu pula. Selama ini ia hanya diam. Tak
merespons pertanyaan-pertanyaan dari Kaum Hermes. Baginya,
kini diam adalah emas. Biarlah proses pengusutan yang
dilakukan Punggawa Militer itu membuktikan yang
sesungguhnya terjadi.
Ia menyadari. Mau tidak mau memang dirinya akan dikait-
kaitkan dengan peristiwa tersebut. Karena saat perencanaan
dan mulai berjalannya proyek itu di saat ia menjabat sebagai
Sesepuh Bidang Pertanian. Pun sudah berkali-kali dipanggil.
Dimintai keterangan oleh penyidik Punggawa Militer. Baik di
sektor atau di kantor besar.
Sudah sepekan, Khairul tidak masuk kantor. Ia banyak
menghabiskan hari-harinya di kebun dan di rumahnya. Jika

suntuk di rumah, ia berangkat ke kebun yang berada di wilayah
timur Kota Ulin. Sekitar 30 menit perjalanan.
Selain membersihkan rumput, membakar sampah, di kebunnya
banyak beraneka buah. Pepaya dan rambutan. Kadang ia
membawa pulang sekarung rambutan. Kebetulan lagi
musimnya.
Hahhh..Khairul menghela nafas panjang. Keringat bercucuran di
dahi dan pelipisnya. Kaus putih polos yang ia pakai sudah terasa
basah. Matahari tampak sudah berada di atas kepala. Tak
terasa waktu sudah tengah hari. Ia menuju gubuk
peristirahatan. Air mineral dalam botol besar langsung ia
tenggak. Glek, glek… glek.. ups..isinya tinggal seperempat.
Sedari pagi Khairul memang sengaja menyibukkan diri di
kebunnya itu. Namun, hanya sejenak saja pikirannya teralihkan.
Beberapa saat kemudian, teringat lagi pemberitaan-
pemberitaan itu. Kemudian teringat lagi ketika menjawab
pertanyaan-pertanyaan penyidik Punggawa Militer yang
berkelanjutan. Kendati saat ini statusnya masih menjadi saksi.
Namun, perasaannya tidak tenang.
Sesat kemudian Khairul berpikir. Sampai kapan akan
menghindar dari dunia? Sampai kapan ia berdiam diri? Citra
buruk terhadap dirinya sudah menyebar kemana-mana. Kalau
dibiarkan, tentu masyarakat mengangap itu benar. Meski pun

Khairul merasa tidak mendapatkan apa-apa dari proyek itu.
Tapi siapa yang tahu? Siapa yang akan percaya?
Kemudian ia melirik ponselnya. Yang sedari tadi dibiarkan
tergeletak di gubuk itu. Lalu coba ia aktifkan. Karena sedari
malam, sengaja smartphone miliknya dimatikan.
Wow… fantastis. Terdapat puluhan notifikasi panggilan. Dari
Kaum Hermes, kolega dan keluarga. Pun tercatat beberapa kali
panggilan atas nama Sultan—kepala Pemangku Kota Ulin.
Biasanya tak pernah Khairul abaikan. Tapi kali ini, ia berharap
Sultan memahami apa yang tengah dirasakannya.
‘Okelah kalau begitu’—pikirnya. Tiba-tiba saja ia berdiri.
Beranjak dari lamunan dan rasa ketakutannya. Ia merasa tidak
bisa begini terus. Harus dihadapi. Pikirannya mulai terbuka. Apa
yang harus dilakukan? Oh ho.. Kaum Hermes.
Ya, mereka selama ini yang menyebarkan berita. Dan mengait-
ngaitkan namanya dalam kasus dugaan penggelembungan dana
itu. Yang membuatnya malu dan terpuruk. Ia merasa salah tidak
menjawab pertanyaan para pembawa pesan itu.
Baiklah. Saatnya menghubungi mereka. Dan bukannya mereka
juga sepekan ini mengejar dirinya?. Kalau begitu, tak perlu
dihubungi. Cukup menampakkan diri di kerumunan. Ya, besok
harus masuk kantor. Bukannya di kantor pemangku kota setiap

harinya ada Kaum Hermes?. BERSAMBUNG- Baca selanjutnya:
Buka Suara. (ived18)

Read Previous

Kewenangan Dibonsai, Kepala Daerah Tak Lagi Santai

Read Next

Yang Tersisa dari Debat Samarinda

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *