Mufakat Kanjeng Sinuhun (10)
Kasus dugaan korupsi Perluasan Lahan Pertanian 1.000 hektare dari 250 miliar menjadi 1,3 triliun akhirnya mulai terkuak. punggawa militer sudah menetapkan 7 orang tersangka. Termasuk dari kalangan sinuhun dan staf Pemangku Kota Ulin.
SETUMPUK berkas ada di hadapan Wandi Darma. Kepala Bagian Kriminal Khusus Kantor Punggawa Militer Besar itu, terlihat serius membaca catatan-catatan yang dibuat stafnya. Ruang rapat ber-AC itu terasa tak dingin lagi. Anggota tim Kriminal Khusus lengkap berada di ruangan tertutup dan kedap suara itu.
Mereka duduk melingkar. Bak konferensi meja bundar. Bergelut dengan laptop dan berkas yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan proyek Perluasan Lahan Pertanian 1.000 H Pemangku Kota Ulin. Selama 4 jam pembahasan, hasilnya terangkum dalam catatan yang diserahkan kepada Wandi.
Catatan itu rangkuman penyelidikan dan penyidikan selama beberapa bulan terakhir. Juga hasil wawancara dengan 55 saksi yang dipanggil dan dimintai keterangan. Dari setumpuk berkas itu. Dari hasil wawancara saksi itu. Dirangkum menjadi 5 lembar catatan rekomendasi tim Kriminal Khusus (Krimsus). Termasuk di dalamnya ada beberapa saksi yang dinaikan statusnya menjadi tersangka. Tertulis ada 7 orang yang dinyatakan terlibat.
“Ini sudah lengkap semuanya?,” tanya Wandi.
“Siap. Sudah semua Ndan. Tapi kemungkinan masih bisa dikembangkan lagi?,” jawab Sodik.
“Maksudnya, masih ada kemungkinan tersangka lain?”.
“Siap. Benar Ndan,”.
Wandi terdiam. Sambil terus menelaah berkas tersebut. Dan melihat beberapa nama yang statusnya bakal dinaikkan sebagai tersangka. Mayoritas nama-nama itu dari aparat pemangku kota yang berkaitan dengan proyek tersebut. “Hmm..ada anggota sinuhun ya ini?”.
“Benar Ndan. Sinuhun Ucok. Dalam keterangan saksi, dia aktif dalam pelaksanaan di lapangan. Bahkan ada laporan intimidasi juga,” jelas Sodik.
“Jadi bagaimana? Apakah kita langsung melakukan tindakan pengamanan? Menjemput para tersangka,” Andita Pratiwi, staf Wandi yang lainnya menimpali.
“Jangan dulu. Malam ini saya koordinasikan catatan ini dengan Pak Waluyo. Arahannya seperti apa..”.
Wandi pun berdiri dari tempat duduknya. Setelah merapikan catatan itu, ia pamit untuk segera menemui Kepala Punggawa Militer Besar, Waluyo. “Kalau sudah oke, besok atau lusa berkas kita limpahkan ke Kejaksaan Tinggi Kota Ulin. Tolong berkasnya disiapkan ya,” pinta Wandi sembil berlalu keluar ruangan.
“Siap, segera Ndan”—semua tim kompak.
Pukul 10.00 malam, Wandi pun meluncur menuju rumah jabatan Kepala Punggawa Militer Besar. Ia ditemani sang ajudan sekaligus sopirnya, Nanda. 15 menit berselang, ia sudah memasuki hal rumah jabatan Waluyo. Turun dari mobil, Wandi menuju pos penjagaan.
“Komandan ada?,” tanyanya, kepada petugas jaga.
“Siap, ada. Sebentar saya panggilkan. Tunggu di ruang belakang saja,” kata petugas itu.
Wandi pun mengikuti petugas jaga hingga menuju ke halaman belakang rumah dinas tersebut. Ada sebuah gazebo yang dikelilingi kolam kecil melingkari gazebo tersebut. Di sekelilingnya penuh dengan aneka tanaman dan patung-patung artistik. Untuk menuju gazebo tersebut ada dua jembatan kecil berukuran panjang dua meter dan lebar satu meteran. Sisi kanan dan kirinya dibuat pegangan sekaligus pagar pembatas supaya tidak terpeleset. Kalau hujan, kondisinya agak sedikit licin.
Di tempat itu, biasanya Waluyo berbincang dengan tamu dan kolega dekatnya. Juga untuk urusan pekerjaan penting dan rahasia. Jika masih diterima di ruang tamu, berarti untuk urusan biasa saja. Wandi sudah seringkali dipanggil Waluyo. Dan biasa diajak ke tempat itu. Petugas jaga pun sudah memahami. Sehingga begitu Wandi datang, langsung dipersilakan menunggu di tempat itu.
Untuk ukuran gazebo, termasuk lumayan luas. 6 x 6 meter per segi. Di pojok sebelah kanan terdapat akuarium berukuran 2 meter dan lebarnya 1 meter-an. Hanya ada satu ikan arwana besar. Panjangnya sekitar dua kaki orang dewasa. Gazebo tersebut juga memuat satu meja panjang. Lengkap dengan empat kursi dari kayu jati. Aneka buah-buahan dan makanan ringan sudah tersaji di atas meja.
Wandi pun duduk menghadap akuarium. Melihat dengan seksama gerakan arwana. Warna sisiknya memantulkan cahaya lampu. Membuat gerakkannya tampak indah. Tak lama, asisten rumah tangga Waluyo membawakan secangkir kopi dan teh.
Lima menit berselang, Waluyo menghampiri. “Gimana Wandi!!”—suara itu mengejutkan. Wandi langsung berdiri dan hormat. “Ayok, silakan duduk,” pinta Waluyo.
Tanpa basa-basi, Wandi langsung menyerahkan berkas catatan yang telah dibuat timnya. Sambil menjelaskan perkembangan kasus di lapangan. Berdasarkan penelusuran timnya, sementara ini sudah ada yang akan dinaikan statusnya jadi tersangka. Yakni mantan sesepuh Bidang Pertanian Khairul; dua orang staf Bidang Pertanian; Satu staf Bidang Perencanaan; Kemudian ada dua orang dari masyarakat, yakni seorang perempuan bernama Anita Rossy dan pemilik lahan H Tiwo. Serta satu orang lagi, Sinuhun Kota Ulin.
“Anggota sinuhun?!”—Waluyo menatap tajam nama yang tertera dalam catatan itu.
“Siap, benar Ndan. Sinuhun Ucok ini malah sudah berkali-kali terlibat kasus,” jelas Wandi.
“Oh, begitu. Yakin kamu cuma sendirian?,” tanya Waluyo, kemudian tersenyum.
“Sementara ini begitu. Tapi masih bisa berkembang. Tim tengah menelusuri dua nama lainnya. Tapi masih kurang alat bukti,” beber Wandi.
Waluyo kemudian meminta Wandi segera melimpahkan berkas ke Kejaksaan Negeri. Kemudian Waluyo juga meminta agar jangan dulu dilakukan penahanan kepada tersangka itu. Waluyo masih akan berkoordinasi dengan Sultan dan Kanjeng Sinuhun. “Dipantau saja, agar mereka tidak meninggalkan Kota Ulin, ya,” perintahnya.
“Siap, Ndan”.
“Baik, laksanakan ya,” imbuh Waluyo.
Wandi pun segera undur diri. Dan bergegas menuju mobilnya.
Keesokan harinya, setelah apel pagi. Wandi Darma menghadiri rapat terbatas bersama unsur pimpinan Punggawa Militer Besar. Waluyo hadir dan memimpin langsung rapat tersebut. Wandi menjelaskan kepada para pimpinan terkait duduk perkara dan catatan timnya atas kasus tersebut.
Peserta rapat akhirnya sepakat. Punggawa Militer Besar akan melakukan pencekalan terhadap para tersangka. Yakni tidak diperbolehkan keluar kota. Ini juga yang menjadi arahan Waluyo, setelah dia berkoordinasi dengan berbagai pihak. Mengingat selama ini para tersangka itu kooperatif memenuhi panggilan penyidik.
Wandi kemudian menyela. Ia mendapat kabar dari timnya di lapangan bahwa satu tersangka keberadaannya belum diketahui. Seorang perempuan bernama Anita Rossy. Ini dari kalangan masyarakat. Anggota sudah memantau rumahnya dan rumah anaknya di kota sebelah. Namun hingga kini belum juga ditemukan.
“Dia ini saksi kunci. Karena menjembatani antara pemerintah dan para pemilik lahan,” jelas Wandi.
Waluyo hanya manggut-manggut mendengar penjelasan anak buahnya itu. Ia tampak santai mendengar laporan tersebut. Menurut pengalamannya, orang seperti Anita Rossy tidak akan lari terlalu jauh. Perempuan paruh baya itu hanya masyarakat biasa yang diperalat. Akses untuk pergi keluar negeri dan menghilangkan jejak sangat terbatas. Paling-paling hanya sembunyi di tempat terpencil untuk sementara waktu.
“Kita lihat seberapa lama dia mampu bertahan,” kata Waluyo. Namun, ia tetap memerintahkan Wandi untuk terus melacak keberaadaannya.
Waluyo juga berpesan, agar proses penanganan kasus ini dapat berjalan dengan cepat. Mengingat sempat mandek. Ketika dua tahun sebelumnya ditangani oleh Punggawa Militer Sektor. Itulah sebabnya kenapa kasus ini diambilalih Punggawa Militer Besar. Waluyo yang memerintahkan langsung.
“Baik, intinya begitu. Dan tolong nanti Bidang Humas menyiapkan keterangan pers. Karena biasanya, saya ditanya-tanya terus soal perkembangan kasus ini,” kata Waluyo.
Sulaiman, kepala Humas Punggawa Militer Besar pun mengangguk. Kemudian undur diri untuk mempersiapkan keterangan pers yang akan digelar pukul 13.00 setelah makan siang. Ia pun memerintahkan stafnya untuk menghubungi Kaum Hermes agar berkumpul di kantin belakang Kantor Punggawa Militer Besar pada jam tersebut.
Sulaiman bergegas meninggalkan ruangannya. Menuju kantin belakang kantor Punggawa Militer Besar. Stafnya sudah menginformasikan bahwa Kaum Hermes sudah berkumpul. Ia berjalan cepat menuju lokasi yang dimaksud. Jaraknya hanya 200 meter dari ruangan kerjanya. Lokasi kantin terpisah dari kantor utama. Berada dekat dengan lokasi parkiran tamu.
Abe dan Henry Natan pun hadir di tempat itu. Bagi Henry, ini momen penting yang sudah ditunggu-tunggu. Sebelumnya Henry dan Abe yang getol mengungkap kasus perluasan lahan pertanian tersebut. Sayang jika jumpa pers ini dilewatkan.
“Ini sudah kuorum, Ndan,” canda Abe.
“Kita ngobrolnya sambil makan siang ya. Kali ini makan siangnya gratis,” seloroh Sulaiman.
Tampak sekali keakraban Sulaiman dengan Kaum Hermes ini. Khususnya yang biasa bertugas di Kantor Punggawa Militer Besar.
Sulaiman kemudian menceritakan perkembangan kasus tersebut. Sambil membagikan keterangan resmi. Yang sudah diketik rapi stafnya. Persis seperti yang dibahas di rapat pagi bahwa sudah ditetapkan 7 tersangka dalam kasus perluasan lahan pertanian Kota Ulin tersebut. Punggawa Militer Besar juga melakukan pencekalan terhadap para tersangka agar tidak pergi keluar daerah.
“Kenapa tidak ditahan, Ndan. Kan sudah tersangka statusnya?” tanya Abe.
“Iya, Ndan,” timpal Henry.
Sulaiman pun sudah menduga pertanyaan tersebut. Ia kemudian menjelaskan sesuai hasil rapat pagi. Dengan pertimbangan para tersangka tersebut koopratif bekerja sama dengan tim penyidik. “Ketika dipanggil, datang baik-baik,” ujarnya.
“Buktinya ada yang lolos, Ndan. Satu tsk,” kata Henry. Seolah tidak puas dengan jawaban Bidang Humas itu.
Sulaiman kaget. Rupanya lolosnya Anita Rossy sudah bocor di kalangan Kaum Hermes. Terpaksa, Sulaiman menjelaskan lebih dalam. Bahwa menurut aturan, masa penahanan seseorang berdasar aturan hukumnya diatur dalam 60 hari. Penyidik, kata Sulaiman, tidak mau gegabah dan ambil risiko melakukan penahanan. Apalagi berkas ketujuh tersangka yang dikirim ke Kejaksaan mesti ada hal-hal yang perlu dilengkapi penyidik. Sebelum dibawa ke meja hijau.
“Kita nahan orang terbatas 60 hari. Sementara kami masih butuh waktu. Nanti sudah habis masa penahanan, tapi belum selesai. Masih ada yang belum lengkap. Kita tidak mau ambil risiko itu,” jelasnya.
Pintar sekali Sulaiman memberikan alasan kepada Kaum Hermes. Ia memang Punggawa Militer yang lihai dalam berdiplomasi. Karenanya, Sulaiman tergolong lama menjabat sebagai kepala Humas Punggawa Militer Besar. Bahkan sudah tiga kali berganti pimpinan, Sulaiman tetap dipercaya berada diposisinya itu.
Dalam pergaulan juga cukup luwes. Ia ikut dalam berbagai komunitas olahraga bahkan hingga aktif di paguyuban kedaerahan. Bahkan, sempat dicalonkan menjadi ketua paguyban kedaerahan. Namun ia menolak dengan alasan pekerjaannya. BERSAMBUNG – Baca besok; Penangguhan. (ived18)